Ini adalah makalah saya waktu jaman sekolah, semoga bermanfaat yaaa.... :)
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
A.
Pendahuluan
Pengertian
Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945
dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan
oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia.
Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo.
Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan
kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari
tertib hukum di Indonesia.
Inilah
sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische
grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan
kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Penetapan
Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia
adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk
kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan.
Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila
adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan
tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua
warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing
dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan
kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum,
yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan
bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan
tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga
merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya,
dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan
martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan
pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan
memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium
identatis-nya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
pendahuluan di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
pengertian Pancasila baik secara etimologis maupun historis?
2. Bagaimana
cara kita memaknai Pancasila?
3. Bagaimana
pelaksanaan Pancasila di Indonesia?
4. Apa
makna revitalisasi Pancasila?
C.
Pembahasan
1.
Pengertian
Pancasila
Kedudukan
dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas,
baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi
negara dan sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat berbagai
macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif. Oleh karena itu
untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun
peristilahannya maka pengertian Pancasila meliputi :
a. Pengertian Pancasila secara
Etimologis
Pancasila
berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut Muhammad Yamin dalam bahasa
Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu :
Panca artinya lima Syila artinya batu sendi, dasar, atau Syiila artinya
peraturan tingkah laku yang baik/senonoh.
Secara
etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti
secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula-mula
terdapat dalam kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran
moral untuk mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap golongan
mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah
Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila. Pancasyiila menurut Budha merupakan lima
aturan (five moral principle) yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh,
mencuri, berzina, berdusta dan larangan minum-minuman keras. Melalui penyebaran
agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia sehingga ajaran
Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku
syair pujian Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja
menjalankan dengan setia ke lima pantangan (Pancasila). Setelah Majapahit
runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha
(Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo limo/M5) :
mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok (minuman
keras/candu), main (berjudi).
b. Pengertian Pancasila secara Historis
Sidang
BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan diterapkan. Dalam sidang
tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo dan Ir.Soekarno yang
mengusulkan nama dasar negara Indonesia disebut Pancasila. Tanggal 18 Agustus
1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang didalamnya termuat isi rumusan
lima prinsip sebagai dasar negara. Walaupun dalam Pembukaan UUD 1945 tidak
termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar negara Indonesia
adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis
terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar negara yang secara spontan
diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara bulat. Secara historis proses
perumusan Pancasila adalah :
1) Mr. Muhammad Yamin
Pada
sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan lima asas
dasar negara sebagai berikut :
a)
Peri
Kebangsaan
b)
Peri
Kemanusiaan
c)
Peri
Ketuhanan
d)
Peri
Kerakyatan
e)
Kesejahteraan
Rakyat
Setelah
berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai rancangan UUD
RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut
:
a) Ketuhanan Yang Maha Esa.
b)
Kebangsaan
persatuan Indonesia.
c)
Rasa
kemanusiaan yang adil dan beradab
d)
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
e)
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Mr. Soepomo
Pada
sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar negara sebagai
berikut :
a)
Persatuan
b)
Kekeluargaan
c)
Keseimbangan
lahir dan bathin
d)
Musyawarah
e)
Keadilan
rakyat.
3) Ir. Soekarno
Pada
sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar negara yang
disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai berikut :
a)
Nasionalisme
atau Kebangsaan Indonesia.
b)
Internasionalisme
atau Perikemanusiaan.
c)
Mufakat
atau Demokrasi.
d) Kesejahteraan Sosial.
e)
Ketuhanan
yang berkebudayaan
Selanjutnya
beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu Sosio
Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan
Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas
lagi menjadi Eka Sila yang intinya adalah “gotong royong”
.
4) Piagam Jakarta
Pada
tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia Sembilan)
yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat Pancasila dengan
rumusan sebagai berikut :
a) Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan sya’riat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab
c) Persatuan Indonesia
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pengertian
Pancasila Secara Terminologis Dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal
18 Agustus 1945 oleh PPKI tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
a) Ketuhanan Yang Maha Esa
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab
c) Persatuan Indonesia
d) Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan.
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Rumusan
Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara
konstitusional sah dan benar sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Namun
dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia
mempertahankan proklamasi dan eksistensinya, terdapat pula rumusan-rumusan
Pancasila sebagai berikut :
1) Dalam Konstitusi Republik Indonesia
Serikat (29 Desember – 17 Agustus 1950)
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Peri Kemanusiaan
c. Kebangsaan
d. Kerakyatan
e. Keadilan Sosial
2) Dalam UUD Sementara 1950 (17 Agustus
1950 – 5 Juli 1959)
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Peri Kemanusiaan
c. Kebangsaan
d. Kerakyatan
e. Keadilan Sosial
3) Dalam kalangan masyarakat luas
a. Ketuhanan Yang Maha Esa
b. Peri Kemanusiaan
c. Kebangsaan
d. Kedaulatan Rakyat
e. Keadilan Sosial
Dari
berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan Pancasila
yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.
2.
Pancasila
sebagai Dasar Negara
Pengertian
Pancasila sebagai dasar Negara diperoleh dari Alinea keempat Pembukaan UUD 1945
dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan
oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar Negara Republik Indonesia.
Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966.
Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan
kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari
tertib hukum di Indonesia.
Inilah
sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara
(philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam
alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan
kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan
syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le
desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui
bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat
nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat
Indonesia.
Maka
Pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam
masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan
Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan
(indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas
Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai
hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak
mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak
masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran
Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan
golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan
golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala
perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan
Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia
adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk
kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan.
Mengenai hal itu, Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila
adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan
tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua
warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing
dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan
kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum,
yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan
bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan
tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga
merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya,
dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan
martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan
pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan
memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium
identatis-nya.
Pancasila
seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman
sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara
hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling
mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat
dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila
lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang
sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila
akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai
alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan
utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu
sama lain. Secara tepat dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro
melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila
“Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan
demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang
Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau
percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu
dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat
saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan
demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya
berisi:
- Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
3.
Memaknai Pancasila Sebagai Dasar
Negara
Sejak Sebelum
merdeka Pancasila dirumuskan dan kemudian sehari setelah merdeka ditetapkan
sebagai dasar negara. Keputusan itu diterima oleh semupihak karena Pancasila
memang merupakan rumusan kompromi antara berbagai elemen yang berada di negeri
ini. Namun demikian Perjalanan pancasila dalam sejarah negeri ini tidaklah
mulus. Masuknya Indonesia ke dalam demokrasi liberal produk dari maklumat X
yang kemudian disusul dengan penetapan UUDS 1950 menempatkan politik Indonesia
sebagai sistem liberal dengan multi partai dengan sistem pemerintahan
Parlementer telah menyimpang dari UUD 1945. Sidang konstituante yang
menempatkan semua UUD yang ada baik UUD 1945 maupun UUD 1950 sebagai UUD
sementara yang harus diubah, maka persoaalan dasar negara kemudian juga muncul
kembali partai-partai Nasional dan komunis mendukung dasar pancasila sementara
Masyumi, NU, Perti PSII dan partai islam lainnya mendukung Islam sebagai dasar
negara. Ini antara lain salah satu fase sejarah perjalanan Pancasila yang mesti
dirunut.
KH Muchid
Muzadi (Mustasyar PBNU) mencoba menjelaskan kenapa NU yanaga sejak awal telah
mensepakati Pancasila sebagai dasar negara sampai bias mengikuti Masyumi
menghendaki dasar Islam. Ada beberapa alasan, pertama musuh bebuyutan NU yaitu
PKI ikut mendukung Pancasila, maka NU khawatir Pancasila tidak murni lagi
dijadikan sarana manipulasi oleh komunis, saat itu Bung Karno juga mulai akan
memeras-meras Pancasila menjadi Trisila samapi Eka sila. Ini juga
mengkhawatirkan NU dengan nasib Pancasila yang seutuhnya, makanya NU kemudian
memilih dasar Islam. Ketika konstituante mengalami jalan buntu setelah
dilakukan voting tentang dasar negara yang kekuatannya berimbang, pihak NU
mulai realistis, karena itu mencoba melalui pendekatan dengan Bung Karno, kalau
Kembali Ke UUD 1945 dan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara hendaklah
Piagam Jakarta tetap dijadikan sumber inspirasi dan sumber hukum dan tetap
menjiwai UUD 1945. Tuntutan NU itu dipenuhi karena itu NU kemudian bersedia
menjadi pendorong kembali Ke UUD 1945 dan Penempatan pancasila sebagai dasar
negara. Kembalinya NU ke dasar pancasila itu sebenarnya telah dirumuskan oleh
KH Achmad Siddiq pada tahun 1957 saat sidang Konstituante berlangsung, tetapi
usulan itu tidak memperoleh tanggapan serius. Usulan NU yang disampaikan oleh
KH Saifuddin Zuhri dalam sidang Konstituante untuk penempatan Piagam Jakarta
sebagai jiwa dari UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara tanpa mengabaikan
nilai-nilai agama itu dianggap mampu mengurai persoalan pelik hubungan agama
dengan negara, yang dihadapi oleh semua partai agama saat itu. Jalan keluar
yang ditawarkan oleh NU itu dianggap langkah sangat cerdik, akhirnya
partai-partai Islam yang selama ini menghendaki dasar Islam bersedia menerima
Pancasila dan UUD 1945.
Ketika
hubungan agama dengan negara kembali mencuat setelah munculnya berbagai
peristiwa komando jihad dan gerakan teror lainnya di Indonesia yang
terisnpirasi oleh Revolusi Islam Iran, tidak sedikit kelompok yang memiliki
aspirasi negara Islam muncul kembali. Gerakan Islam radikal juga mulai marak
hingga awal tahun 1980. Karena itu dalam Musyawarah Alim Ulama NU di Situbondo
tahun 1982 NU menetapkan Pancasila sebagai Asas organisasinya dengan beberapa
alasan antara lain :
a. Pancasila sebagai dasar dan falsafah
negara republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan
tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.
b. Penerimaan dan pengamalan Pancasila
merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat
agamanya. Selanjutnya dikatakan bahwa NU berkewajiban mengamankan pengertian
Pancasila secara murni dan konsekwen. Kata mengamankan pengertian pancasila
menjadi komitmen NU hal itu tidak lain karena selama ini Pancasila cenderung
disalahartikan, selama ini misalnya orde baru menggunakan Pancasila untuk
menstigma kelompok lain sehingga dijadikan alasan untuk menyingkirkan
seseorang, padahal Pancasila merupakan wadah kompromi bagi aneka macam bangsa
Indonesia. Belum lagi kalau selama ini kita mengaku Pancasila sebagai dasar
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi dalam kenyatannya kita telah
banyak mengingkari ketetapan itu. Karena itu pengertian arah dan tujuan
Pancasila perlu diamankan, perlu diluruskan, dan kini kewajiban kita, apakah
sistem politik kita, demokrasi kita sistem ekonomi kita dan sistem relasi
sosial kita masih berpijak pada Pancasila ini perlu kita periksa satu persatu,
kalau kita masih mengakui Pancasila sebagai dasar negara.
4.
Melaksanakan Pancasila Sebagai
Dasar Negara Melalui Paradigma Fungsional
Baik
disadari atau tidak, dan baik diakui atau tidak, bersamaan dengan demikian
banyak perbaikan yang dibawa oleh gerakan Reformasi Nasional sejak tahun 1998,
juga muncul berbagai kemunduran dalam berbagai bidang, yang dapat menyebabkan
kita bertanya-tanya kepada diri kita sendiri, hendak kemanakah Republik ini
hendak dibawa? Beberapa contoh kemajuan dan kemunduran dapat disebutkan sebagai
berikut. Mari kita mulai dengan kemajuan bahkan kemajuan besar yang telah
dibawa oleh gerakan Reformasi Nasional. Seperti juga halnya Orde Baru telah
mengoreksi demikian banyak kelemahan Orde Lama, gerakan Reformasi Nasional
telah mengoreksi demikian banyak kelemahan Orde Baru, terutama dalam
penghormatan dan perlindungan terhadap hak sipil dan politik. Secara umum
Republik Indonesia pasca 1998 terkesan memang lebih terbuka dan lebih
demokratis. Hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan telah
terwujud hampir secara penuh. Pers dan media massa Indonesia termasuk pers dan
media massa yang paling bebas di Asia Tenggara. Partai politik boleh didirikan
kapan saja dan seberapa pun banyaknya. Pemberontakan bersenjata di daerah Aceh
telah diakhiri dan suatu pemerintahan daerah yang dipilih langsung oleh rakyat
Aceh terbentuk, walaupun dengan bantuan mediasi oleh seorang mantan Presiden
Finlandia. Rangkaian pemilihan umum telah berlangsung secara langsung, umum,
bersih, jujur, dan adil seperti sudah lama didambakan. TNI dan Polri telah
dikembalikan pada missi dan fungsi pokoknya, dan seiring dengan itu tidak ada
lagi fraksi TNI dan Polri di lembaga-lembaga legislatif. Namun, di luar atau di
samping kemajuan besar dalam penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan hak
sipil dan politik tersebut juga terlihat stagnasi, bahkan kemerdekaan terutama
dalam penghormatan, perlindungan, serta pemenuhan hak ekonomi, sosial, serta
budaya rakyat Indonesia.
Secara
umum, Indonesia terasa masih belum mampu keluar dari suasana krisis ekonomi
yang bermula pada tahun 1997, satu dasawarsa yang lalu. Jumlah mereka yang
hidup dalam kemiskinan masih tetap tinggi. Fasilitas pendidikan serta pelayanan
kesehatan yang pernah demikian baik dan murah dilakukan melalui rangkaian
sekolah-sekolah SD inpres dan puskesmas terkesan amat merosot. Lumayan banyak
pengusaha asing yang sudah menanam modalnya di Indonesia kemudian memindahkan
lokasi investasinya ke negara-negara tetangga yang dipandang kondisinya lebih
kondusif. Korupsi, yang bersama dengan kolusi dan nepotisme dipandang merupakan
salah satu dosa yang diwariskan Orde Baru, bukannya berkurang, tapi malah meningkat,
terutama di tingkat daerah. Berbondong-bondong gubernur, bupati, walikota, dan
para anggota dewan perwakilan daerah yang dihadapkan ke meja hijau dan dijatuhi
hukuman, yang hebatnya, tidak jarang selain mencoba mengelak dengan
dalih sakit juga mampu tampil di depan publik dengan wajah bagaikan tak
bersalah, yang kadang kala bahkan dengan penuh senyum.
Dalam
kehidupan politik, terlihat kesan kuat bahwa telah timbul apa yang pernah
disebut dan dikhawatirkan oleh Dr Mohammad Hatta sebagai suatu ultra demokrasi.
Walaupun lembaga legislatif serta lembaga eksekutif telah dipilih secara
demokratis, namun demonstrasi ke jalan-jalan bukan saja tidak berhenti, tetapi
sudah menjadi suatu hal yang terjadi secara rutin. Tiada hari tanpa
demonstrasi. Partai-partai politik yang seyogyanya berfungsi sebagai lembaga
demokrasi yang mengagregasi serta mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan
rakyat serta sebagai wahana untuk seleksi kepemimpinan ditengarai hanya asyik
dengan dirinya sendiri dan telah mulai kehilangan kepercayaan dari rakyat.
Pemekaran daerah-daerah otonom yang berlanjut secara terus-menerus serta
penyerahan tugas dan wewenang otonomi yang luas ke daerah tingkat dua terkesan
hanya menimbulkan pembengkakan lembaga, penambahan jumlah pejabat serta dukungan
fasilitasnya, serta peningkatan anggaran pengeluaran tanpa makna yang
signifikan bagi peningkatan taraf hidup rakyat. Di antara para pejabat negara
yang baru ini tidak terhitung banyaknya yang berusaha menduduki jabatannya
dengan cara memalsu ijazah dan membeli suara dengan satu dan lain cara.Kekuatan
TNI terutama di laut dan di udara sedemikian lemahnya, sehingga bukan saja
dilecehkan oleh pesawat-pesawat tempur US Navy yang pernah terbang tanpa izin
melintasi wilayah teritorial Republik Indonesia, tetapi juga oleh
kapalkapalperang kecil kerajaan Malaysia di perairan Ambalat yang
dipersengketakan. Selain itu, jajaran Polri bagaikan tanpa daya menghadapi
maraknya illegal logging dan illegal fishing yang terjadi hampir di seluruh
pelosok Indonesia.
Bersamaan dengan
itu, pemberian izin hak pengusahaan hutan dan hak guna usaha yang bagaikan
tanpa batas nota juga tanpa pengawasan yang efektif bukan saja secara praktis
telah mencaplok demikian luas hak l masyarakat adat tanpa ganti rugi satu
senpun, tetapi juga telah mengakibatkan penggundulan hutan, yang berakibat
terjadinya bencana alam secara beruntun berupa banjir dan tanah longsor. Dalam
menangani rangkaian bencana alam ini, dengan tetap menghargai kerja keras
pemerintah selama ini, namun sukar dihindari kesan bahwa penanggulangannya
lebih banyak dilakukan secara ad hoc. Syukur bahwa akhirnya DPR RI mengesahkan
suatu Undang-undang tentang Penanggulangan Bencana yang mengatur masalah ini
secara lebih komprehensif. Sekedar untuk memenuhi kebutuhan anggaran pendapatan
dan belanja tahunan, tanpa berpikir panjang Pemerintah telah menjual kepada
pihak asing badan-badan usaha milik negara yang sangat menguntungkan, seperti
Indosat dan PT Semen Gresik, Kemunduran yang terasa paling mendasar selama era
Reformasi Nasional adalah merosotnya peran Pancasila sebagai Dasar Negara,
dalam arti bahwa secara substantif hampir tidak ada kaitan lagi antara sistem
nilai yang terkandung dalam Pancasila dengan norma-norma hukum nasional serta
kebijakan pemerintahan yang seyogyanya menindaklanjutinya. Sudah barang tentu,
frasa Pancasila secara formal hampir selalu disebut sebagai rujukan dalam
dokumen-dokumen negara. Namun terlihat jelas bahwa Pancasila yang secara formal
dijadikan rujukan tersebut sekarang terasa bagaikan tanpa jiwa, tanpa makna,
tanpa substansi, dan praktis tanpa manfaat bagi Rakyat Indonesia. Pancasila
telah diredusir dari posisi semula sebagai Dasar Negara yang disepakati sebagai
suatu kontrak politik di antara para Pendiri Negara menjadi sekedar semacam
mantra sekuler dalam ritual kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam posisi
yang telah diredusir ini, hampir keseluruhan kebijakan nasional baik yang
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam demikian banyak
keputusan pemerintahan yang diambil sejak tahun 1998 terasa demikian
dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pragmatis berjangka pendek, tanpa
idealisme, tanpa filsafat, tanpa ideologi, dan tidak jarang juga tanpa moral.
Tidak ayal lagi, kemerosotan peran Pancasila sebagai Dasar Negara ini secara
historis dan secara yuridis konstitusional dapat dipandang sebagai ancaman
paling besar terhadap keseluruhan eksistensi Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Jangan kita lupakan, bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara seperti
tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945
merupakan alasan pembentukan (raison) dan landasan legitimasi dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Ringkasnya, tanpa Pancasila tidak akan ada
Republik Indonesia.
Namun,
juga harus diakui bahwa tidaklah mudah menjabarkan serta menindaklanjuti
Pancasila sebagai Dasar Negara tersebut. Ada tiga hal yang menyebabkan
kesukaran penjabaran Pancasila itu. Pertama, oleh karena selama ini elaborasi
tentang Pancasila itu bukan saja cenderung dibawa ke hulu yaitu ke tataran
filsafat, bahkan ke tataran metafisika dan agama yang lumayan abstrak dan sukar
dicarikan titik temunya. Kedua, oleh karena terdapat kesimpangsiuran serta
kebingungan tentang apa sesungguhnya core value dari lima sila Pancasila itu.
Ketiga, justru oleh karena memang tidak demikian banyak perhatian diberikan
kepada bagaimana cara melaksanakan Pancasilasebagai Dasar Negara tersebut
secara fungsional ke arah yaitu ke dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Makalah ini merupakan suatu upaya awal yang sederhana ke arah pengembangan
suatu paradigma yang lebih fungsional terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara,
dengan harapan agar Pancasila tidak lagi menjadi sekedar mantra sekuler dalam
ritual kehidupan bernegara, tetapi benar-benar dapat ditindaklanjuti ke dalam
kebijaka nasional oleh dan dalam sistem nasional Indonesia
5.
Makna Revitalisasi Pancasila
Sebagai Dasar Negara
Indonesia
Nilai-nilai
luhur yang telah dipupuk sejak pergerakan nasional kini telah tersapu oleh
kekuasaan Orde Lama dan Orde Baru. Orde Lama mengembangkan Pancasila sebagai
dasar negara tidak sebagai sesuatu substantif, melainkan
di-instumentalisasi-kan sebagai alat politik semata. Demikian pula di Orde Baru
yang “berideologikan ekonomi”, Pancasila dijadikan asas tunggal yang
dimanipulasikan untuk KKN dan kroni-isme dengan mengatasnamakan sebagai
Mandatoris MPR. Kini terjadi krisis politik dan ekonomi karena
pembangunan menghadapi jalan buntu. Krisis moral budaya juga timbul sebagai
implikasi adanya krisis ekonomi. Masyarakat telah kehilangan orientasi nilai
dan arena kehidupan menjadi hambar, kejam, gersang dalam kemiskinan budaya dan
kekeringan piritual. Pancasila malah diplesetkan menjadi suatu satire, ejekan
dan sindiran dalam kehidupan yang penuh paradoks.
Pembukaan
UUD 1945 dengan nilai-nilai luhurnya menjadi suatu kesatuan integral-integratif
dengan Pancasila sebagai dasar negara. Jika itu diletakkan kembali, maka kita
akan menemukan landasan berpijak yang sama, menyelamatkan persatuan dan
kesatuan nasional yang kini sedang mengalami disintegrasi. Revitalisasi
Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa Pancasila harus
diletakkan utuh dengan pembukaan, di-eksplorasi-kan dimensi-dimensi yang
melekat padanya, yaitu :
Realitasnya:
dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikonkretisasikan
sebagai kondisi cerminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dlam
masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat sein im sollen dan sollen
im sein. Idealitasnya: dalam arti bahwa idealisme yang terkandung di dalamnya
bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobjektivasikan sebagai “kata
kerja” untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna
melihat hari depan secara prospektif, menuju hari esok lebih baik.
Fleksibilitasnya: dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah
selesai dan mandeg dalam kebekuan oqmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi
tafsir-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang berkembang. Dengan
demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya, Pancasila menjadi tetap aktual,
relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa
dan negara dengan jiwa dan semangat “Bhinneka tunggal Ika”
Revitalisasi
Pancasila Pancasila sebagai dasar negara harus diarahkan pada pembinaan moral,
sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar dan arah dalam upaya
mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas juga memerlukan hukum karena
keduanya terdapat korelasi. Moralitas yang tidak didukung oleh hukum kondusif
akan terjadi penyimpangan, sebaliknya, ketentuan hukum disusun tanpa alasan
moral akan melahirkan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur
Pancasila.
D.
Penutup
- Simpulan
Dalam
kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sedang dilanda oleh arus krisis
dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan,
sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitasnya. Namun perlu kita sadari bahwa
tanpa adanya “platform” dalam dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa
mustahil akan dapat bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.
Melalui
revitalisasi inilah Pancasila dikembangkan dalam semangat demokrasi yang secara
konsensual akan dapat mengembangkan nilai praksisnya yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat yang serba pluralistik. Selain itu melestarikan dan
mengembangkan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana telah dirintis dan
ditradisikan oleh para pendahulu kita semenjak tahun 1908, merupakan suatu
kewajiban etis dan moral yang perlu diyakinkan kepada para mahasiswa sekarang.
- Saran
Berdasarkan
uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan falsafah
negara kita Republik Indonesia, maka kita harus menjunjung tinggi dan
mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh
rasa tanggung jawab.
E.
Daftar
Pustaka
http://ridwansimpasai.blogspot.com/2011/11/makalah-pancasila-sebagai-dasar-negara.html
http://makalahcyber.blogspot.com/2012/10/makalah-pancasila-sebagai-dasar-negara.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar